Pada bulan April 2007, saya untuk pertama kalinya belajar terapi. Tepatnya terapi berbasis EFT. Pelatihannya di Hotel Sofyan Betawi, Cikini. Saat itu saya hanya berpikir untuk kepentingan pribadi saja, bagaimana mengatasi hambatan dalam diri dan mengoptimalkan potensi. Saya benar-benar gandrung dengan dunia pengembangan diri pada saat itu, hingga kini.
Berawal dari preview yang diberikan, dimana dalam hitungan menit seorang pecandu rokok bisa menjadi tidak nyaman dengan rokok alias berhenti merokok saya pun tertarik untuk mengikuti pelatihannya. Katanya, tehnik yang digunakan tidak hanya manjur untuk urusan berhenti merokok, melainkan untuk banyak masalah psikis maupun fisik lainnya.
Singkat cerita, saya pun mengikuti pelatihannya. Saya sangat senang sekali. Selain dapat ilmu dan ketrampilan baru, saya pun mendapat wawasan serta memperluas pergaulan melalui perkenalan dengan peserta pelatihan. Saya sangat menikmatinya.
Pelatihan dilaksanakan seharian penuh. Sayang, dalam latihan saya kurang merasakan hasilnya. Mungkin karena tidak ada masalah yang berat atau jangan-jangan saya yang kurang serius menjalaninya. Meski bagitu saya tetap bersyukur bisa mengikuti pelatihan ini.
Suatu keajaiban terjadi tatkala saya sampai di rumah usai mengikuti pelatihan. Tubuh saya gatal-gatal dan timbul warna merah di kulit tubuh saya. Mungkin alergi, istilah orang-orang. Ini adalah saat tepat mempraktekkan keahlian yang baru saja saya pelajari. Hasilnya, mantab. Dalam hitungan menit, gatal-gatal menghilang. Serasa seperti ada hembusan hangat di sekujur tubuh saya.
Mulai saat itu, saya yakin sekali bahwa terapi ini sangat dahsyat. Saya pun jadi tergerak untuk menterapi orang lain. Teman kerja adalah sasaran pertamanya. Alhamdulillah saya mendapatkan pasien dan berhasil menterapinya. Saya semakin bergairah menggunakan terapi ini.
Kabar kurang bagus datang dari kampung, nenek saya jatuh di kamar mandi. Tulang selangkangannya mungkin bergeser, beliau kesakitan jika bergerak. Saya pun pulang menjenguk. Setelah melihat kondisinya, saya menawarkan terapi pada nenek. Beliau dengan senang hati mau diterapi. Saya pun segera menterapinya. Alhamdulillah sakitnya berkurang drastis meski belum bisa berjalan normal.
Usai terapi sakit tulangnya, saya pun menceritakan bahwa terapi ini bisa juga untuk menghilangkan kecanduan merokok. Untuk diketahui, nenek saya ini perokok. Sehari biasanya menghabiskan sebungkus rokok “walang kekek”, rokok yang dibungkus dengan daun jagung.
Dalam hitungan menit, kecanduan rokok pun beres. Beliau tak selera lagi. Belakangan beliau cerita bahwa masih merokok hanya pas ada teman yang main ke rumah. Itu pun hanya 2 batang dalam sebulan. Wow, jika dibandingkan sebelumnya sangatlah jauh yaitu sebungkus sehari.
Alhamdulillah, belajar terapi yang tadinya untuk diri sendiri ternyata bisa membantu banyak orang. Bahkan saat ini menjadi profesi saya sebagai emotional & mental therapist. Keahlian terapi ini sangat membantu perjalanan karir saya saat ini. Memang, kebaikan sekecil apapun pastilah mendatangkan kebaikan. Contohnya adalah belajar terapi ini, tidak saya duga menjadi salah satu sarana mencari penghidupan saat ni. Terima kasih ya Allah atas semua ini.
memang cara terapinya g’mana sih. a punya teman dia orangnya pecandu rokok. setiap kegiatannya harus di barengi dengan rokok.
Dengan hipnoterapi dan teknik lain yang sesuai.
Terima kasih.